Asal Usul Danau Kembar Alahan Panjang

Dahulu kala ketika pulau Sumatera masih dikenal sebagai Andalas, ada seorang kakek tua yang dipanggil Inyik Gadang dan sangat terkenal di kalangan penduduk setempat. Dengan perawakan yang besar dan tegap, Inyik Gadang juga terkenal memiliki kapak yang besarnya hampir sama dengan besar tubuhnya. Inyik Gadang sudah cukup berumur, namun ia masih dapat melakukan berbagai aktivitas yang biasanya dilakukan oleh anak muda termasuk menebang pohon menggunakan kapaknya hanya dengan sekali tebasan saja.

Walau terlihat cukup menakutkan, Inyik Gadang bukan orang jahat. Ia bahkan terkenal sebagai pribadi yang ramah dan suka membantu. Di sisi lain tepatnya di bagian ujung kampung, hidup seorang nenek tua yang tinggal sebatang kara.

Suatu hari saat Inyik Gadang lewat, nenek tersebut tiba-tiba saja terhuyung. Beruntungnya, Inyik Gadang sigap menangkapnya sehingga si nenek tidak jatuh. Namun ketika ditanya perihal apa yang membuatnya jatuh, si nenek berkata bahwa dirinya terjatuh karena langkah kaki Inyik Gadang yang menggetarkan tubuhnya.

Walau demikian, si nenek tidak menyalahkan Inyik Gadang. Si nenek juga sadar bahwa bentuk tubuh yang seperti itu adalah pemberian Tuhan, lalu i nenek berterima kasih karena Inyik Gadang sudah membantunya sehingga ia tidak terjatuh.

Sebelum mengakhiri pertemuan itu, si nenek juga bertanya kemana Inyik Gadang akan pergi. Inyik Gadang berkata bahwa ia akan pergi ke hutan untuk menebang kayu. Namun, sang nenek yang tahu beberapa hari ini ada suara dengkuran dari dalam hutan mencegah Inyik Gadang. Nenek khawatir Inyik Gadang yang baik itu akan terluka di hutan.

Namun, Inyik Gadang meyakinkan si nenek bahwa dirinya akan baik-baik saja dan ia pun pamit pergi. Hanya saja semakin dirinya masuk ke dalam hutan, apa yang tadi diucapkan si nenek terlintas semakin jelas di kepalanya. Terlebih ia juga menyaksikan sendiri pemandangan yang tidak biasa.

Banyak pohon tumbang dan dahan berserakan di sepanjang jalur hutan yang ia lalui. Masih menggenggam kapaknya, ia pun memutar badan untuk pergi dari hutan. Hanya saja, belum sejengkal ia melangkah di depannya ada seekor naga besar yang menghalangi jalan Inyik Gadang.

Inyik Gadang mencoba tenang dan berusaha berbicara dengan sang naga agar mengizinkannya kembali pulang. Namun sang naga tersebut terlihat marah, karena Inyik Gadang sudah mengganggu daerah kekuasaannya. Naga tersebut juga menyemburkan apinya ke arah Inyik Gadang, bahkan sang naga juga menegaskan bahwa siapapun yang masuk ke hutan ini akan ia binasakan.

Walau begitu, Inyik Gadang masih mencoba bernegosiasi. Jika naga itu membiarkan Inyik Gadang pergi, ia berjanji akan mengabarkan kepada semua penduduk desa untuk tidak datang ke hutan itu.

Namun naga tersebut tidak punya niat baik, ia sudah terlanjur marah dan terus menerus menyemburkan api. Sebagian hutan pun sudah terbakar dengan semburan apinya. Inyik Gadang yang terdesak juga masih mencoba berpikir bagaimana cara untuk membuat naga tersebut tidak lagi menyerangnya.

Inyik Gadang pun bernegosiasi lagi dengan naga, bahwa Inyik Gadang akan memberi tahu cara yang tepat untuk membuat perut naga kenyang dan dapat bertempur dengan tenaga penuh. Mendengar perkataan itu, sang naga mulai menghentikan serangannya. Sepertinya sang naga tertarik dengan apa yang diucapkan Inyik Gadang tadi.

Melihat sang naga mulai tenang, Inyik Gadang pun berkata di ujung barat hutan ini ada lembah berisi banyak hewan ternak yang gemuk-gemuk. Jika naga pergi ke sana, ia dapat makan sepuasnya. Setelah naga merasa sudah kenyang, ia pun dapat melanjutkan pertarungan kembali.

Sang naga yang tertarik dengan apa yang diucapkan Inyik Gadang pun segera pergi ke lembah yang ditunjukkannya. Hanya saja karena sudah terlalu sore, sang naga hanya menemukan satu saja sapi di lembah itu karena semua ternak sudah dibawa pulang penggembalanya.

Sang naga pun merasa dibohongi dan kembali marah. Sementara di hutan, Inyik Gadang masih berusaha memadamkan api dan bergegas untuk pulang. Setibanya di kampung, ia juga memberitahu warga bahwa ada naga jahat di hutan. Ia juga menghimbau warga di kampungnya untuk tidak menyalakan penerangan malam ini.

Namun jika naga datang ke kampung, warga harus pergi ke goa di kaki bukit untuk menyelamatkan diri. Benar saja, saat malam tiba naga yang marah terbang di sekitar kampung. Namun karena gelap, penglihatan naga terbatas.

Naga pun menyemburkan api ke berbagai arah. Inyik Gadang yang melihat hal tersebut segera memberi tanda agar warga kampung pergi ke tempat tujuan yang tadi sudah diberitahukan. Warga kampung pun menurut. Namun karena semburan api dari mulut naga terlalu kencang, banyak wanita dan anak – anak yang ketakutan. Mereka pun berlarian sambil menangis dan menjerit karena ketakutan.

Melihat kampungnya sudah kacau, Inyik Gadang memiliki ide untuk memancing sang naga agar pergi dari kampung. Ia menantang naga tersebut mengejarnya sampai ke lembah tempat padang penggembalaan, lalu sang naga yang sudah sangat marah pun mengejar Inyik Gadang sambil menyemburkan api.

Pertarungan antara naga dengan manusia pun terjadi. Beruntung karena setibanya di lembah, Inyik Gadang mendapatkan kesempatan untuk menyerang naga. Ia berhasil menebaskan kapaknya ke ekor naga.

Hal tersebut membuat Inyik Gadang semakin bersemangat untuk mengalahkan naga. Berulang kali ia mengecoh naga hingga akhirnya tubuh naga pun berhasil ditebas juga. Akhirnya, sang naga pun berhasil dikalahkan.

Naga tersebut meliuk kesakitan dan mengeluarkan banyak darah hingga menggenangi tanah. Tubuh naga yang terbelah juga kemudian berubah menjadi dua cerukan yang sangat besar, sementara bekas genangan darahnya terisi air dan berubah menjadi dua buah danau.

Danau tersebut yang sekarang dikenal sebagai Danau Kembar. Danau atas merupakan tempat terkuburnya kepala naga dan bekas darahnya. Sementara danau bawah merupakan tempat terkuburnya ekor naga dan bekas darahnya.

Di dekat danau tersebut juga ada sebuah padang penggembalaan yang merupakan suatu tempat gembala dan dikenal sebagai Alahan Panjang. Sementara lembahnya dikenal sebagai Lembah Gumanti yang merupakan istilah dari lembah naga yang mati.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *